Poligami dalam islam
يَا
أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ
وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً
وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ
عَلَيْكُمْ رَقِيبًا .وَآَتُوا الْيَتَامَى أَمْوَالَهُمْ وَلَا تَتَبَدَّلُوا
الْخَبِيثَ بِالطَّيِّبِ وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَهُمْ إِلَى أَمْوَالِكُمْ
إِنَّهُ كَانَ حُوبًا كَبِيرًا .وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي
الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ
وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ
أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا تَعُولُوا .وَآَتُوا النِّسَاءَ
صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ
هَنِيئًا مَرِيئًا.
Artinya :Hai sekalian manusia, bertakwalah
kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya
Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan
laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah)
hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.
Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan
kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu Makan harta mereka
bersama hartamu. Sesungguhnya
tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar. Dan jika
kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang
yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang
kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat
Berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.
yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. Berikanlah
maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan
penuh kerelaan. kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari
maskawin itu dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu
(sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.{QS.An-Nisa' :1-4}
A. Pendahuluan
Allah swt memulai surat al-nisa' dengan
menghitab manusia secara kesuluruhan dan menyuruhnya untuk berbakti padanya.
Selanjutnya Allah memberitahukan kuasaannya tentang penciptaan manusia dari satu
jiwa, yaitu Nabi Adam as. Dengan
satu jiwa itu pula Allah swt jadikan pasangan untuknya yaitu Hawa. Lalu, dari
pasangan itu lahirlah sekumpulan kecil manusia menjadi sekumpulan besar
manusia.
Oleh karena itu, seluruh manuisia berasal
dari satu ayah. Mereka semuanya bersaudara baik dari segi kemanusiaan dan kenasaban.
Dengan demikian, Seharusnya
orang-orang yang kuat mengasihi orang-orang yang lemah. Orang kaya menolong orang yang miskin sehingga
terwujud kesempurnaan tatanan kehidupan dalam masyarakat.
Pada ayat kedua Allah swt menerangkan
hak-hak anak yatim, lalu Allah swt memerintah untuk menjaga harta anak yatim
dan melarang berbuat sewenang-wenang terhadapnya. Karena mereka merupakan anak-anak yang lemah yang butuh
perlindungan dan pertolongan. Sedangkan mendhalimi orang yang lemah adalah dosa
besar di sisi Allah swt.
Selanjutnya Allah swt menutup ayat ini
dengan memerintahkan orang laki-laki untuk memberikan mahar kepada istri dengan
penuh kerelaan hati.
B. Tafsir Ayat
1. Tafsir ayat yang pertama
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ
الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ
مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ
بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
Yang
dimaksud dengan An-Nas pada ayat diatas adalah orang –orang yang ada {maujudun}
ketika turunnya ayat. Kemudian orang-orang yang belum ada juga dimasukan dalam
cakupan khitob ayat tersebut dengan dalil khoriji, yaitu adanya ijma
yang menyatakan bahwa orang yang belum ada juga terkena taklif .
kemudian yang dimaksud dengan lafad an-nafsu wahidah pada ayat tersebut adalah
Nabi Adam AS.
Ayat وَاتَّقُوا
اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ ini dijadikan dasar oleh ulama bahwa tasa'ul bil arham (meminta
dengan sebab hubungan kekeluargaan) itu diperbolehkan apalagi kalau mengikuti
bacaannya Imam Hamzah yang membaca jer lafad al-arhaami , mereka beralasan
tasa'ul bil arham bukan termasuk sumpah yang dilarang akan tetapi isti'tof
{minta untuk dikasihi},contoh
أسألك بالرحم ان تفعل كذا
2. Tafsir ayat yang kedua
وَآَتُوا الْيَتَامَى أَمْوَالَهُمْ وَلَا
تَتَبَدَّلُوا الْخَبِيثَ بِالطَّيِّبِ وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَهُمْ إِلَى
أَمْوَالِكُمْ إِنَّهُ كَانَ حُوبًا كَبِيرًا
Khitob lafad وَآَتُوا
الْيَتَامَى أَمْوَالَهُمْ
ditujukan kepada para wali anak yatim dan orang yang mendapat wasiat untuk
memelihara anak yatim. Yang dimaksud dengan yatim adalah orang yang tidak
mempunyai ayah {meningal}, kemudian oleh syari' dikhususkan lagi, yakni yang
disebut yatim adalah orang yang tidak
mempunyai ayah dan ia belum balig.
Ayat inilah yang dijadikan dasar oleh jumhur
ulama bahwa bemberikan harta anak yatim adalah wajib. Kewajiban tersebut
setelah anak yatim itu balig, hal ini didasarkan pada ayat وابْتَلُوا
اليَتامَى حَتّى إذا بَلَغوا النِّكاحَ فإنْ آنَسْتُمْ مِنْهُمْ رُشْداً فادْفَعوا
إلَيْهِمْ أمْوالهُمْ . hikmah
adanya pensyaratan balig adalah anak yatim yang belum balig masih belum cakap
untuk melakukan tasaruf fil mal.
Para
ulama sendiri didalam menafsiri ayat diatas terbagi dua golongan:
1) Golongan pertama menyebutkan
bahwa yang dimaksud dengan yatama pada ayat diatas adalah anak-anak
yatim yang telah balig, pemaknaan yatama dengan anak-anak yatim yang
telah baling adalah secara majaz {bi'tibari ma kana} dengan memandang
bahwa anak-anak yatim yang telah baling juga dulu pernah menjadi yatama {anak
yatim belum balig}
2) Golongan kedua menyebutkan
yang dimaksud dengan yatama pada ayat diatas adalah anak-anak yatim yang
belum balig akan tetapi yang dimaksud dengan i'ta' adalah memberikan
nafaqoh kepada anak yatim tersebut dengan makanan dan pakaian kemudian setelah
balig baru diberikan hartanya secara penuh.
3. Tafsir ayat yang
ketiga
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي
الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ
وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ
أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا تَعُولُوا
Sisi munasabah antar jaza' dan syarat pada ayat di atas adalah
seorang laki laki menangung / mengampu anak yatim perempuan dikarenakan ia
adalah walinya, kemudian ia ingin mengawini anak yatim itu sendiri. Oleh karena itu ia dikhawatirkan tidak
dapat adil dalam memberikan maharnya. Lalu syari' melarang seseorang mengawini
anak yatim kecuali ia dapat berlaku adil. Syari' sendiri memberikan alternatif
dengan dibolehkannya menikahi wanita yang ia sukai selain anak yatim perempuan
tersebut.
Sekelompok
ulama salaf mengatakaan bahwa ayat ini
menasakh kebiasan orang arab jahiliyah yang menikahi wanita merdeka sebanyak yang mereka inginkan. Lalu oleh ayat ini dibatasi hanya boleh menikahi
empat wanita saja.
Para
ulama berbeda pendapat didalam menafsiri lafad خِفْتُمْ
, Abu Ubaydah mengatakan bahwa خِفْتُمْ
bermakna أيقنتم
(meyakini) sedangkan ulama
yang lainnya menafsiri lafad خِفْتُمْ
dengan ظننتم
(menduga), hal ini
sebagaimana pendapatnya Ibnu Atiyah yang didukung oleh Imam Al Hodaq, belia
mengatakan bahwa permasalahan ini pada taraf tingkatan dhon tidak sampai
pada tingkatan yakin.
oleh
karena itu, makna ayat tersebut di atas adalah barang siapa yang menduga bahwa
ia tidak dapat berlaku adil terhadap anak yatim, maka hendaknya ia tidak
menikahinya melainkan ia menikahi wanita lain saja.
Kemudian
para ulama juga berselisih pendapat tentang amr yang ada pada lafad فَانْكِحُوا
مَا طَابَ لَكُمْ apakah bermakna wujub atau ibahah. Jumhur
ulama mengatakan bahwa amr pada ayat فَانْكِحُوا
مَا طَابَ لَكُمْ menunjukan ibahah, sebagaimana
amr yang terdapat pada وكلوا واشربوا
dan كلوا من طيبات ما رزقناكم . sedangkan ahlu dhohir berpendapat bahwa amr yang
terdapat pada ayat ini menunjukan wujub dengan memandang dhohirnya ayat. Selanjutnya berdasarkan ayat diatas, para ulama dan fuqoha sepekat atas keharaman menikahi wanita lebih dari empat. Kesepakatan ulama di atas tidak
menjadi cacat dengan adanya perbedaan pendapat dari orang orang ahli bid'ah,
yang menyatakan bahwa boleh menikahi sembilan wanita, dengan dasar menjadikan wawu
pada ayat diatas sebagai wawu li mutlaqi jam'i.
4. Tafsir ayat yang
keempat
وَآَتُوا
النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ
نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا.
Khitob ayat وَآَتُوا
النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً ditujukan
untuk para suami tapi ada pendapat lain yang menyebutkan khitobnya untuk para
wali. Lafad صَدُقَاتِهِنَّ
berarti mahar-maharnya, lafad صَدُقَاتِهِنَّ
adalah bentuk jama' dari lafad صَدُقَة yang memiliki arti sama
dengan الصداق
yakni mahar.
Lafad
نِحْلَةً bermakna
hibah dan pemberian dengan
penuh kerelaan, artinya janganlah kamu memberikan mahar kepada istri
istrimu sedangkan engkau tidak rela (terpaksa). Sebagian ulama lain membaca
dengan difathahkan نَحْلَةً
yang memiliki arti faridotan,
sehinga kalau dirangkai dalam satu ayat maka artinya menjadi : berilah
istri-istrimu maharnya sebagai kewajiban dari Allah SWT .
- Penutup
Berdasarkan penjelasan diatas, maka
dapat diambil beberapa kesimpulan, antara lain :
1.
tasa'ul bil arham (meminta dengan sebab hubungan kekeluargaan) itu diperbolehkan.
2.
wajib memberikan harta anak yatim setelah balig.
3.
amr pada ayat فَانْكِحُوا
مَا طَابَ لَكُمْ adalah menunjukan ibahah
4.
wajib menikah hanya dengan satu wanita apabila khawatir tidak bisa berlaku
adil diantara istri-istrinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar