Selasa, 30 November 2010

Biografi ABU HASAN AL-BASHORI

ABU HASAN AL-BASHORI
A. Pendahuluan
Dalam peta pemikiran ushul fiqh madhab mutakalimin, nama Abu Hasan al-Bashori adalah nama yang cukup terkenal di dalam dunia akademis Islam, hal ini dikarenakan beliau adalah peletak dasar-dasar ushul fiqh yang berfaham Mu’tazilah, sekalipun ketenarannya masih kalah kalau di banding dengan Wasil bin Atho, sebagai pendiri paham Mu’tazilah[1].
Imam Abu Hasuin terkenal cukup produktif dalam dunia tulis menulis, terutama dalam fan ushul fiqh[2]. Kitab karangan beliau yang berjudul “al-Kitab Mu’tamad” sering dijadikan rujukan oleh imam Fakhrudin ar-Rozi dalam kitab ushul fiqhnya. Selain kitab mu’tamad karyanya Imam Abu Husain, Imam Fakhrudin ar-Rozi juga dalam kitab ushul fiqnya sering mengutip kitab “al-Mustasfa” karya Imam Ghozali[3].


Imam Abu Hasuin di dalam menulis kitab mu’tamad seringkali dan bahkan terkesan banyak mengunakan akal (rational approach ) ketika memecahkan persoalan-persoalan social. Hal inilah yang membuat kitab ini sangat kental dengan nuansa Madhab Mu’tazilah, baik dari struktur penulisanya yang agak berbeda dengan karya ushul fiqh pada lazimnya, ataupun dari sisi penyajian dan materinya yang berkecenderungan pada proses pendialogkan pemikiran.
B. Biografi Imam Abu Hasuin al-Bashori
Imam Abu Hasuin al-Bashori adalah termasuk salah satu pembesar ulama Mu’tazilah. Nama lengkap beliau adalah Muhammad bin Ali Thoyib Abu Hasuin al-Bashori. Beliau dilahirkan di kota Basroh kemudian Beliau bermukim dan menetap di kota Baghdad hinga akhir hidupnya[4].
Tahun kelahiran Imam Abu Hasuin al-Bashori tidak ditemukan dalam literatur Islam, yang ada hanyalah tahun kelahirannya saja, yaitu berkisar tahun 436 H atau 1044 M[5].
Imam Abu Hasuin al-Bashori terkenal sangat cerdas dan pandai. Tak heran beliau dikenal memiliki banyak karangan. Diantara karanganya yang banyak dipelajari dan dijadikan pijakan berpendapat oleh ulama adalah :
1. Kitab Mu’tamad fil ushul, kitab ini sering dijadikan rujukan oleh Imam Fakhrudin ar-Rozi disamping kitab Mustasfa karyanya Imam Ghozali
2. Tasafuhu Adilah
3. Gorzhu Adilah
4. Sarhu Ushul Khomsah
5. Kitab fi Imamah wa Ushuludin


C. Pemikiran Imam Abu Hasuin al-Bashori dalam kitab Mu’tamad juz dua
Imam Abu Hasuin al-Bashori membagi pembahasan ushul fiqh di dalam kitab Mu’tamad juz dua menjadi lima pembahasan, antaralain :
v Kalam fi Ijma
v Kalam fi Khobar
v Kalam fi Qiyas
v Kalam fi Hazdri wal Ibahah
v Kalam fi Mufti wal Mustafti

1. Kalam fi Ijma
Imam Abu Hasuin al-Bashori mendefinisikan Ijma sebagai
إتفاق من خماعة على أمر من الأمور إما فعل او ترك
Artinya : kesepakatan sekelompok orang tentang suatu perkara ,baik berupa sepakat melakukan sesuatu atau sepakat untuk meningalkan sesuatu tersebut.
Imam Abu Hasuin al-Bashori juga menyatakan bahwa ijma merupakan salah satu hujatus syari’ah[6], berdasarkan beberapa dalil, yang pertama, firman Allah SWT, antara lain :
وكذلك جعلناكم أمة وسطا لتكنونوا شهداء على الناس
Artinya : dan demikianlah kami menjadikan kamu sekalian sebagai umat yang moderat supaya kamu menjadi saksi bagi manusia
كنتم خير أمة أخرجت للناس تأمرون بالمعروف وتنهون عن المنكر
Artinya : kamu sekalian adalah umat yang paling baik, yang dikeluarkan untuk manisia, kamu sekalian menyuruh berbuat baik dan menjegah kemungkaran
و اعتصموا بحبل الله جميعا ولا تفرقوا
Artinya : dan berpeganglah kamu semua kepada tali( aturan-aturan atau ketentuan-ketentuan ) Allah dan janganlah kamu semua bercerai-berai
يأيها الذين أمنوا أطيعوا الله وأطيعوا الرسول وألى الأمر منكم فإن تنازعتم فى شئ فرده إلى الله والرسول
Artinya : hai orang-orang yang beriman taatlah kamu semua kepada Allah dan Rosulnya serta taat kepada pemimpin kalian, dan jika kalian berselisih tentang suatu masalah, maka kembalikanlah masalah tersebut kepada Allah dan Rosulnya
Lafad Al-Amr berarti urusan , dan lafad Al-Amar tersebut adalah amm (umum), yang meliputi urusan keagamaan dan urusan keduniawian. Ulil Amri di dunia antara lain para raja, amir, penguasa, sedangkan Ulil Amri keagamaan antara lain para mujtahid dan ahli fatwa.
Sedangkan dalil yang bersumber dari hadist yang digunakan oleh Imam Abu Hasan al-Bashori adalah :
لا تجتمع أمتى على خطإ
Artinya : umatku tidak akan sepakat pada sesuatu yang salah
أمتى لا تجتمع على ظلال
Artinya : umatku tidak akan sepakat pada kesesatan
يد الله مع الجماعة
Artinya : tangan (kekuasaan) Allah ada pada persatuan
ما رأه المؤمنون حسنا فهو عند الله حسن
Artinya : sesuatu yang dilihat ( dinilai) baik oleh orang-orang mukmin, maka sesuatu itu disisi Allah baik juga
Abu Hasan al-Bashori menyatakan bahwasanya ijma/kesepakatan yang terjadi dikalangan mujtahid itu ada tiga model, yaitu :
1. Bi Fi’li, contuhnya para mujtahid langsung mempraktekan apa yang menjadi solusi (hukum) dari problem yang terjadi ketika itu
2. Bi Qoul, para mujtahid dalam menyelesaikan suatu permasalahan hukum tidak langsung dengan mempraktekanya seperti model kesepakatan diatas(bi fi’li), akan tetapi ia dalam menyelesaikan problem tersebut hanya sebatas bemberikan fatwa atau putusan hukumnya saja
3. Bi Ridho, para mujtahid dalam menyelesaikan suatu permasalahan hukum tidak langsung dengan mempraktekanya seperti model kesepakatan bi fi’li dan juga tidak dengan memberikan fatwa atau wejangan seperti model kesepakatan bi qoul, melainkan ketika kasus tersebut telah dilakukan, ia tidak menentangnya (ridho atas putusan mujtahid lain)
Imam Abu Hasan al-Bashori juga menyatakan bahwa apabila telah terjadi ijma dalam suatu persoalan pada suatu masa maka umat sesudah masa tersebut haram menghukumi persoalan tersebut dengan menyalahi hukum ijma umat sebelumnya. Beliau berdalil berdasarkan firman Allah SWT,
و يتبع غير سبيل المؤمنين
Artinya : dan ia menempuh (mengikuti) jalan selain jalanya orang-orang mu’min
Oleh karena itu, menurut Imam Abu Hasan al-Bashori apabila dalam suatu persoalan sudah ada kesepakatan (ijma) ulama sebelumnya maka hukum yang bertentangan dengan ijma bukan termasuk sabilul muslimin, yang tidak boleh diikuti.
Ijma Ahli A'sor (pada masa tertentu)
Imam Abu Husein al-Bashori mengatakan bahwa Ijma pada masa umat tertentu itu bisa menjadi hujah bagi umat setelahnya. Ijma tersebut antara lain :


2) Kalam fi Khobar
Ulama bahasa memberikan ta’rif khobar dengan;
كلام يدخله الصدق و الكذب
Artinya : kalam (perkataan) yang didalamnya mengandung unsur sidiq (kebenaran) dan unsur kidzib (kebohongan)
Contoh dari khobar adalah “ yazid dan umar adalah sahabat”, di dalam statemen tersebut terkandung dua unsur, yaitu sidiq yang berarti yazid adalah benar sahabatnya umar, dan juga terkandung unsur kidzib yang berarti yazid bukan sahabat umar.
Beliau menambahkan bahwa kalam khobar bisa berfaidah amr, contohnya
حسبك درهم
Yang menakdir makna لكفك درهم، أو اكتف بدرهم
Oleh karena itu firman Allah yang berbunyi
والْوَالِداتُ يُرْضِعْنَ أَولادَهُن حَوْلَين كامِلَين لمن أَرادَ أَنْ يتمَّ الرضاعة
Memiliki makna
ليرضع الوالدات أولادهن
3) Kalam fi Qiyas
Imam Abu Husain al-Bashori menyebutkan bahwa para ulama berbeda-beda dalam mendefenisikan qiyas. Ada yang mendefinisikan qiyas dengan
إستخراج الحق
Artinya : Mengeluarkan kebenaran
Menurut Imam Abu Husain al-Bashori proses istihrojul haq tidak boleh dilakukan dengan sembarangan dan semaunya, melainkan harus melalui proses istidlal[7] terhadap nash-nash al-Qur’an dan Hadist.

Dan ada juga yang mendefinisikan qiyas dengan
التشبيه
Artinya : Penyerupaan atau analogi
Oleh karena itu, Imam Abu husain al-Bashori mensifati Allah dengan Qois, karena Allah sering kali menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain.
Dan ada juga ulama yang mendefinisikan Qiyas dengan
حمل الشىء على غيره و إجراء حكمه عليه
Artinya : Membawa(menyamakan) sesuatu dengan sesuatu yang lain serta menempatkan hukumnya kepada sesuatu tersebut
Imam Abu Hasan al-Boshori menambahkan bahwa apabila menempatkan hukum sesuatu tersebut karena ada tasbih (keserupaan), maka qiyas yang dilakukan tersebut adalah benar, dan jika penempatan hukum tersebut tidak didasari dengan adanya tasbih (keserupaan), maka qiyas yang dilakukan tersebut salah atau keliru.
Sedangkan beliau sendiri mendefinisikan qiyas dengan
تحصيل حكم الأصل فى فرع لإشتباههما فى علة الحكم عند المجتهيد
Artinya : menghasilkan(menjalarkan) hukum asal pada far’i karena ada persamaan ilat pada keduanya menurut mujtahid
Para ulama Mu’tazilah berbeda pendapat dalam menetapkan qiyas sebagia hujjah, sebagian besar ulama mu’tazilah mengatakan bahwa qiyas wajib di amalkan dalam dua hal saja :
1. ‘Illat-nya mansukh (disebutkan dalam nash) baik secara nyata maupun melalui isyarat, misalnya dalam Hadist Rosulullah SAW. Bersabda
إنما نهيتكم عن إدخار لحلوم الأضاحى لأجل الدافة ألا فادخروا
Artinya : dahulu saya melarang kamu menyimpan daging kurban untuk kepentingan adh-dhuaffah (para tamu dari perkampungan badui yang dating kemadinah yang membutuhkan daging kurban), sekarang simpanlah daging itu. (HR. Bukhari, Muslim, Nasa’i, at-Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ibn Majah)
2. Hukum far’u harus lebih utama daripada hukum ashl, misalnya meng-qiyas-kan hukum memukul kedua ibu bapak kepada hukum mengatakan “ah” kepada keduanya, karena kedua-duanya sama-sama bersifat menyakiti bagi kedua orang tua. Dalam hubungan ini, menurut mereka pemukulan lebih berat hukumnya disbanding dengan mengatakan “ah”
Sedangkan sebagian lain menyatakan bahwa qiyas tidak biasa dijadikan landasan hukum dan tidak wajib diamalkan, karena kewajiban mengamalkan qiyas adalah sesuatu yang bersifat mustahil bagi akal, pendapat ini dimotori oleh an-Nazzam dari mu’tazilah dan ulama Syi’ah Imamiyyah. Mereka memiliki beberapa argumentasi, antara lain :
يأيهاالذين أمنوا لا تقدموا بين يدى الله ورسوله...
Artinya :hai orang-orang beriman janganlah kamu mendahului Allah dan Rosulnya[8]…..
إن الله فرض فرائض فلا تضيعوها وحدوا فلا تعتدوها و حرم أشياء فلا تنتهكوها وسكت عن أشياء رحمة لكم غير نسيان فلا تبحثوا عنها
Artinya :sesunguhnya Allah SWT menentukan berbagai ketentuan, maka janganlah kamu abaikan. Dia menentukan beberapa batasan maka jangan kamu langar, Dia haramkan sesuatu maka jangan kamu langgarlarangan itu, Dia juga mendiamkan hukum sesuatu sebagai rahmat bagi kamu tanpa ada unsur kelupaan, maka janganlah kamu bahas hal itu.(HR. ad-Daruquthni)
Hadis ini menurut mereka menunjukan bahwa sesuatu itu adakalanya wajib, adakalanya haram dan adakalanya didiamkan saja yang hukumnya berkisar antara dimafkan dan mubah.
Mereka beralasan juga dengan sikap sebagian sahabat yang mencela qiyas, meskipun sahabat lainnya bersikap diam atas celaan sahabat tersebut.
4) Kalam fi Hadzri wa Ibah
Di dalam bab ini Abu Hasan al-Bahosori mempermasalah tentang apa-apa yang terjadi sebelum adanya syara, apakah hukumnya dilarang ataukah diperbolehkan ? sebelum menjawab pertanyan tersebut, beliua menjelaskan bahwa fi'li mukalaf terbagi menjadi dua macam, yaitu :
· Qobih, misalnya dholim, bodoh, dusta, kufur nikmat
· Hasan, terbagi menjadi dua perbuatan yang wajib atau sunah untuk dilakukan dan perbuatan yang boleh untuk dilakukan atau tidak dilakukan, atau yang disebut juga dengan mubah, seperti memanfaatkan makan dan minuman.


5) Kalam fi Mufti wa Mustafti
Imam Ubu Hasan al-Bhasori membagi pembahasan tentang kalam fi mufti wal mustafti dalam tiga bahasan, yaitu tentang orang yang berfatwa (Mufti), orang yang minta fatwa (mustafti), dan isi dari yang difatwakan.
1. Mufti
Syarat orang boleh berfatwa menutut Imam Abu hasan al-Bhasori adalah orang tersebut harus orang yang layak/ boleh untuk melakukan ijtihad, diantaranya :
· Menguasai bahasa Arab
· Mengetahui Nasakh dan mansukh dalam al-Qur'an
· Mengerti As-sunah
· Mengerti letak ijma' dan khilaf
· Mengetahui Qiyas
· Mengetahui maksud-maksud hukum
2. Mustafti
Mustafti adalah orang yang tidak mempunyai pengetahuan tentang suatu hukum syara' baik secara keseluruhan atau sebagian dan oleh karenya harus bertanya kepada orang lain supaya ia dapat mengetahui dan beramal dalam suatu urusan agama. Pada dasarnya orang yang meminta fatwa itu adalah orang awam yang tidak tahu sama sekali dan tidak mampu untuk melakukan ijtihad.









[1]
[2]
[3]
[4] Dr. Asa’ban Muhammad Ismail, Ushul Fiqh ; Tarihuhu wa Rijaluhu, Darus Salam, Mekah Mukaromah, 1998, h. 168
[5] ibid, h. 168
[6]
[7]
[8]Maksudnya orang-orang mukmin tidak boleh menetapkan sesuatu hukum, sebelum ada ketetapan dari Allah dan RasulNya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar