Selasa, 30 November 2010

Hukum Khitan Wanita

Hukum Khitan Wanita
Ajaran Islam (syari’ah Islamiyah) yang diturunkan Allah SWT adalah merupakan bentuk dari kasih-sayangNya kepada umat manusia. Ajaran tersebut pada umumnya sesuai dan sejalan dengan fitrah umat manusia. Salah satu contohnya adalah ajaran tentang khitan, yang sangat sejalan dengan fitrah manusia, sesuai sabda rasul SAW
عن أبي هريرة رضي الله عنه : عن النبي صلى الله عليه و سلم قال ( الفطرة خمس الختان والاستحداد ونتف الإبط وقص الشارب وتقليم الأظفار )
Dari Abu Hurairah ra, Nabi SAW bersabda, Fitrah itu ada lima; khitan, mencukur bulu kemaluan, mencabut bulu ketiak, menggunting kumis dan memotong kuku. (HR.Imam Bukhori)[1]

Khitan yang juga sebagai salah satu syi’ar agama Islam mempunyai banyak hikmah; misalnya dari sisi medis, khitan bisa membersihkan organ tubuh kita. Daerah kemaluan yang cenderung lembab dan ‘rawan tidak bersih’ karena kemungkinan tertinggalnya sisa air kencing, dapat diminimalkan dengan dikhitan, sehingga bisa lebih bersih, dan dengan begitu dapat terhindar dari penyakin kulit. Selain itu, dengan dikhitan umat manusia juga semakin bisa merasakan nikmatnya bersenggama. Karena saraf-saraf sensitif di sekitar kemaluan tidak terhalang oleh kulit katup kemaluan, sehingga dapat menimbulkan sensasi lebih ketika bersetubuh (iltiqa al-khitanain).
Pada mulanya, ajaran berkhitan adalah syariat yang dibawa oleh nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Kemudian diteruskan oleh agama Islam. Perlu diketahui, bahwa setiap ajaran yang dibawa oleh nabi terdahulu (syar’u man qablana), kemudian disyariatkan lagi dengan dimuat dalam al-Quran ataupun as-Sunnah, maka ajaran tersebut juga menjadi ajaran umat Islam. Dalam hal khitan ini, Rasulullah SAW. telah menganjurkannya sebagaimana termuat dalam hadis di atas, sehingga syariat berkhitan yang awalnya menjadi syariat umat nabi Ibrahim AS. dengan begitu juga menjadi syariat umat Muhammad SAW.
Khusus terkait dengan khitan bagi perempuan banyak kalangan yang menyatakan bahwa hal tersebut bisa melanggar hak asasi manusia, karena bisa berdampak negatif bagi si perempuan tersebut dan dapat menghalangi reaksi seksual bagi perempuan yang dikhitan. Lantas yang menjadi persoalan selanjutnya, apakah wanita tersebut masih harus dikhitan dengan pertimbangan bahwa khitan pada wanita akan menimbulkan beberapa dampak negatif ??
Sebenarnya, di kalangan ulama juga masih terjadi khilaf tentang hukum khitan bagi wanita itu sendiri, apakah hukumnya wajib atau sunah. Ulama yang mengatakan khitan wajib hukumnya dimotori oleh Ulama Syafi’iyah, mereka mengatakan bahwa khitan adalah wajib hukumnya baik bagi laki-laki maupun perempuan, sedangkan ulama yang mengatakan khitan sunah hukumnya bagi perempuan dimotori oleh Ulama Hanafiyah, Hambaliyah dan Malikiyah[2].
Ulama yang menyatakan bahwa khitan wajib dilakukan bagi wanita adalah dengan dalil-dalil sebagai berikut :
إِذَا الْتَقَى الْخِتَانَانِ وَجَبَ الْغُسْلُ
“Apabila bertemu dua khitan, maka wajib mandi.” (HR. Tirmidzi)[3]
عن عائشة رضي الله عنها قالت ,قال رسول الله صلي الله هليه و السلم : إذ جلس بين شهبها الأربع ومسّ الختان الختان فقد وجب الغسل.
Dari ‘Aisyah ra berkata, Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Apabila seorang laki-laki duduk di empat anggota badan wanita dan khitan menyentuh khitan maka wajib mandi.” (HR. Bukhori)[4]
عن أنس بن مالك ، أن النبي صلى الله عليه وسلم قال لأم عطية : « إذا خفضت فأشمي ولا تنهكي ، فإنه أسرى للوجه ، وأحظى عند الزوج »
Dari Anas bin Malik ra berkata, Rosulullahi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Ummu ‘athiyah,”Apabila engkau mengkhitan wanita biarkanlah sedikit, dan jangan potong semuanya, karena itu lebih bisa membuat ceria wajah dan lebih disenangi oleh suami.”(HR. At-Thobari)[5]
عن نافع عن ابن عمر قال : دخل النبي صلى الله عليه و سلم على نسوة من الأنصار فقال يا نساء الأنصار اختفضن و لا تنهكن
“Dari Nafi’ ibnu Umar, beliau berkata : Nabi Muhammad SAW masuk diantara wanita anshor kemudian beliau bersabda: wahai para wanita ansor berhitanlah tapi jangan berlebihan.[6]
Sedangkan Ulama yang berpendapat khitan sunnah bagi wanita dengan alasannya:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : الْخِتَانُ سُنَّةٌ لِلرِّجَالِ ، مَكْرُمَةٌ لِلنِّسَاءِ
“Nabi SAW bersabda Khitan sunah bagi laki-laki dan Makromah(kemulyaan) bagi perempuan”(HR.Ahmad)[7]
Jadi, khilaf yang terjadi diantara ulama hanya berkisar dalam tataran wajib dan sunah. Oleh karena itu syogyannya khitan pada wanita tetap dilaksanakan,karena baik sunnah atau wajib keduanya adalah termasuk syariat yang diperintahkan, kita harus berusaha untuk melaksanakannya.
Pernyatan dokter yang menyatakan bahwa Khitan bagi perempuan dapat menimbulkan efek negatif tidak dapat dijadikan dasar pengambilan hukum, sebagaimana yang di nyatakan dalam kitab Fatawa Azhar
وبعض هؤلاء الأطباء يرمى بصراحة إلى أن يعهد بعملية ختان الأنثى إلى الأطباء دون الخاتنات الجاهلات، حتى تكون العملية سليمة مأمونة العواقب الصحية، على أن النظريات الطبية فى الأمراض وطرق علاجها ليست مستقرة ولا ثابتة، بل تتغير مع الزمن واستمرار البحث - فلا يصح الاستناد إليها فى استنكار الختان الذى رأى فيه الشارع الحكيم الخبير العليم حكمته وتقويما للفطرة الإنسانية ، وقد علمتنا التجارب أن الحوادث على طول الزمن تظهر لنا ما قد يخفى علينا من حكمة الشارع فيما شرعه لنا من أحكام، وهدانا إليه من سنن[8]
Di sisi lain, yang harus digaris bawahi, khitan bagi perempuan yang diajarkan oleh syariat Islam bukanlah sebagaimana dipersepsikan orang yang menentangnya. Khitan bagi perempuan menurut ajaran Islam cukup dilakukan dengan hanya menghilangkan selaput (jaldah/colum/praeputium) yang menutupi klitoris, dan tidak boleh dilakukan secara berlebihan, seperti memotong atau melukai klitoris (insisi dan eksisi). Hal ini sebagaimana hadis rasul SAW:
كَانَ بِالْمَدِينَةِ امْرَأَةٌ يُقَالُ لَهَا أُمُّ عَطِيَّةَ تَخْفِضُ الْجَوَارِى فَقَالَ لَهَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم يَا أُمَّ عَطِيَّةَ اخْفِضِى وَلاَ تَنْهَكِى فَإِنَّهُ أَسْرَى لِلْوَجْهِ وَأَحْظَى عِنْدَ الزَّوْجِ
Di Madinah ada seorang ahli khitan wanita yang bernama Ummu ‘Athiyyah, Rasulullah SAW bersabda kepadanya : khitanilah dan jangan berlebihan, sebab itu lebih menceriakan wajah dan lebih menguntungkan suami”. (Maktabah Syamilah, keyword اخفضى)
أَنَّ امْرَأَةً كَانَتْ تَخْتِنُ بِالْمَدِينَةِ فَقَالَ لَهَا النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « لاَ تُنْهِكِى فَإِنَّ ذَلِكَ أَحْظَى لِلْمَرْأَةِ وَأَحَبُّ إِلَى الْبَعْلِ
Dari Ummu ‘Athiyyah r.a. diceritakan bahwa di Madinah ada seorang perempuan tukang sunat/khitan, lalu Rasulullah SAW bersabda kepada perempuan tersebut: “Jangan berlebihan, sebab yang demikian itu paling membahagiakan perempuan dan paling disukai lelaki (suaminya)”. (HR. Abu Daud)


________________________________________
[1] Imam Bukhori, Shahih Bukhori, Maktabah Samilah, keyword الفطرة خمس
[2] Fatawa Azhar, Maktabah Syamilah, Keyword الختان
[3] Imam Tirmdzi, Sunan Tirmidzi, Maktabah Syamilah, keyword آذا التقي
[4] Imam Bukhori, Shohih Bukhori, Maktabah Syamilah, Keyword و جب الغسل
[5] Imam Thobari, Mu’jam Awshot, Maktabah Syamilah, Keyword إذا خفضت
[6] Su'bul Iman, Maktabah Syamilah, Keyword اختفضن
[7] Imam Ahmad, Musnad Ahmad, Keyword مكرمة
[8] Fatawa Azhar, Maktabah Syamilah, keyword ختان الأنثى

Tidak ada komentar:

Posting Komentar